Siti Latifah Herawati Diah, Perempuan yang Mengabarkan Indonesia pada Dunia
Google doodle 3 April 2022, menampilkan sosok Siti Latifah Herawati Diah dalam rangka perayaan hari ulang tahunnya yang ke-105.
Google memilih Siti Latifah Herawati Diah kelahiran 3 April 1917 ini untuk tampil karena dia merupakan jurnalis wanita Indonesia terkemuka Indonesia. Lahir dari ibunya Siti Alimah dan Ayahnya bernama Raden Latip, dokter yang bekerja di Billiton Maatschappij.
Siti Latifah Herawati Diah beruntung memiliki kesempatan mengeyam pendidikan tinggi di masa itu.
Siti Latifah Herawati Diah belajar jurnalistik di Barnard College di New York. Setelah lulus, ia pulang ke Indonesia pada 1942. Setelah menyelesaikan pendidikannya di Europeesche Lagere School (ELS) di Salemba, Jakarta, dia melanjutkan ke Jepang di American High School di Tokyo. Atas motivasi besar dari sang ibunda, dia melanglang jauh ke negeri Paman Sam untuk belajar sosiologi di Barnard College yang berafiliasi dengan Universitas Columbia, New York dan lulus pada 1941.
Tak lama sebelum Revolusi, dan menjadi reporter untuk United Press International. Ia memulai kariernya sebagai seorang jurnalis di Indonesia zaman penjajahan.
Sepak terjangnya di dunia jurnalistik yang pada zaman penjajahan hingga era reformasi memang tak terbantahkan. Pada 1955, ia ikut mendirikan The Indonesian Observer, surat kabar berbahasa Inggris pertama di Indonesia.
Sebagai satu-satunya media berbahasa Inggris di Indonesia selama lebih dari sedekade, majalah itu menangkap aspirasi dan kesulitan bangsa yang baru merdeka untuk pembaca global.
Siti Latifah Herawati Diah menikahi jurnalis Burhanuddin Mohammad Diah, yang kemudian menjadi Menteri Penerangan pada 1968.
Siti Latifah Herawati Diah menggunakan koneksi diplomatiknya untuk melindungi monumen kebudayaan warisan leluhur bangsa Indonesia.
Dia memimpin upaya mendeklarasikan Kompleks Candi Borobudur sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO.
Siti Latifah Herawati Diah juga merupakan pegiat hak-hak perempuan. Dia mendirikan beberapa organisasi perempuan, termasuk Gerakan Pemberdayaan Suara Perempuan, yang mendorong perempuan Indonesia untuk memilih.
Herawati Diah meninggal di usai yang hampir menginjak satu abad, tepatnya pada 30 September 2016 di Rumah Sakit Medistra, Jakarta.
Tokoh Indonesia itu dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, bersanding dengan sang suami.
Gambar yang jadi Google doodle hari ini dipersembahkan sebagai pengingat warisan yang ditinggalkan Siti Latifah Herawati Diah serta jalan yang dia buka untuk perempuan di Indonesia.
Jurnalis perempuan sebelum Siti Latifah Herawati Diah
Tahun lalu, tepatnya 8 November 2021, sosok jurnalis perempuan juga muncul dalam Google doodle. Dia adalah perempuan Minang, Roehana Koeddoes.
Roehana Koeddoes dikenal sebagai jurnalis perempuan pertama di Indonesia yang kemudian dijadikan sebagai pahlawan nasional pada 2019.
Roehana Koeddoes merupakan perempuan yang lahir di Provinsi Sumatera barat.
Lahir sebagai Siti Roehana di kota kecil Koto Gadang, Kecamatan Ampekkoto, Sumatera Barat pada tanggal 20 Desember 1884, Roehana Koeddoes wafat di usia 87 tahun pada 17 Agustus 1972.
Dia dibesarkan selama era ketika perempuan Indonesia pada umumnya tidak mendapat pendidikan formal dan sangat dibatasi.
Ia mengembangkan kecintaan terhadap membaca, dengan membaca berbagai literasi lokal dan berbagi berita lokal dengan teman-temannya pada usia tujuh tahun.
Pada tahun 1911, ia pun meresmikan kariernya di bidang pendidikan dengan mendirikan sekolah pertama di Indonesia yang khusus diperuntukkan bagi perempuan.
Dia mendirikan surat kabar perempuan pertama di Indonesia bernama Soenting Melajoe. Pemimpin redaksi, redaktur, dan penulisnya, semuanya perempuan.***
Sumber: Google
Tidak ada komentar:
Posting Komentar